Hukum Islam dan Prinsip Keadilan


Meski negara ini berpenduduk Mayoritas muslim, namun upaya menegakan nilai-nilai Islam e dalam hukum nasionalbukanlah hal yang mudah. Bahkan, hal yang merintangi hal ini pun berasal dari kaum Muslimin sendiri juga. Alasannya, seolah mereka ingin bersikap netral alias tidak membawa salah satu agama ke dalam pembukuan atau Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara.

"Kami bersikap netral, supaya bangsa ini bersatu." Itulah alasan mengapa nilai-nilai Islam tidak diikutsertakan ke dalam tatanan pemerintahan. Sampai sekarang masih bisa kita dengan pernyataan seperti itu dari pemimpin-pemimpin kebangsaan. Pendirian seperti itu kalaulah dibuat perbandingan logikanya seperti ini; "Ada 60 jiwa di dalam sebuah perjalanan, 64 dari mereka ingin makan nasi, seorang ingin makan jagung, seorang mau makan kentang, seorang mau makan ubi, dan seorang lagi mau makan kacang."

Melihat perselisihan ini pemimpin mereka ambil keputusan yang netral, yaitu tidak nasi, tidak jagung, tidak lainnya, tetapi kamu sekalian meski makan ketan. Padahal, dalam perkumpulan-perkumpulan di pengadilan, di rapat-rapat, sudah lumrah, bahwa suara terbanyak itulah yang teranggap; suara sedikit itu terpaksa mengalah. Keadaan seperti ini sudah umum, dipandang adil oleh yang bodoh dan yang pandai. Namun, dalam hal pergerakan saja keadilan itu dianiyaya. Suara terbanyak mesti kalah dengan suara yang sedikit. Kepentingan orang-orang yang hampir 90% mesti musnah dengan sebab kemauan orang-orang yang 10%.

Hendaknya pemimpin itu ketahui, bahwa orang-orang Islam, mau asas Islam itu, tidak lain, melainkan karena diperintah oleh agamanya, bukan hawa nafsu. Mau tak mau selama ia beragama Islam, mesti ia berasas Islam di tiap-tiap tempat dan urusan yang perlu kepada satu asas. Bukan seorang muslim jika ia tolak asas Islam."

(A.Hassan VS Soekarno) bersambung,,,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Pemerintahan

Dirgahayu RI ke 64,

Kepemimpinan Dalam Manajemen Pendidikan