MAKALAH SUBSTANSI HUKUM


 MAKALAH SUBSTANSI HUKUM
Oleh: Ihsan Ahmad Barokah
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unjani

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan makalah Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia dengan judul “Memaksimalkan Penerapan dan Pelaksanaan Berbagai Peraturan Daerah” dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Makalah ini merupakan tugas perkuliahan Sistem Hukum Indonesia pada jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Achmad Yani. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh sebab itu sumbangan pemikiran yang bersifat koreksi untuk penyempurnaannya sangat di harapkan, akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menunjang pelaksanaan perkuliahan yang sedang kita laksanakan bersama.



Cimahi, Oktober 2012


           Penulis

 
DAFTAR ISI

                                                                                                                                  Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 3
B. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 5
BAB II PERMASALAHAN ....................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 7
A. Pengertian Sistem Hukum………………………… ...................................................... 7
B. Sumber Hukum ......................................................................................................... 9
C. Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia ................................................ 10
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................12
KESIMPULAN ................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................13


 
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Dalam sebuah sistem sosial tentu terdiri dari berbagai sistem –sistem pendukungnya. Termasuk sistem hukum. Dalam kajian ilmu sosial sistem hukum di suatu Negara menjadi tak kalah penting untuk dipelajari. Hukum sebagai norma yang dipercaya mampu mengatur dan mengarahkan masyarakat menjadi lebuh baik. Kesadaran masyarakat terhadap hukum menentukan pula kemajuan sebuah Negara. Jika hukum di sebuah Negara ditaati dan dipatuhi oleh masyarakatnya maka niscaya Negara itu akan maju dan berkembang. Sehingga, pantaslah jika mahasiswa memahami secara serius mata kuliah Sistem Hukum Indonesia.
           
Lawrence M. Friedman menjelaskan ada tiga unsur atau komponen dalam sistem hukum, atau biasa disebut Three Elemens of Legal Sistem, merupakan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu komponen struktur, komponen substansi, dan komponen kultur atau budaya hukum. Ketiga komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang bulat dan utuh, serta saling berhubungan, atau biasa disebut dengan sistem.
           
Hubungan di antara ketiga komponen tersebut secara singkat dapat digambarkan oleh Ahmad Ali dengan cara menjelaskan ketiga unsur dalam sistem hukum tersebut, sebagai berikut: a) struktur diibaratkan sebagai mesin; b) substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu; dan c) kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.

            Menurut Friedman, komponen struktur (structure) adalah: “the structure of a system its skeletal framework; it is the permanent shape, the institutional body of the system, the tough, rigid bones that keep the process folowing within bounds”. Struktur adalah bagian dari sistem hukum yang bergerak di dalam suatu mekanisme, berkaitan dengan lembaga pembuat undang-undang, pengadilan, penyidikan, dan berbagai badan yang diberi wewenang untuk menerapkan dan menegakkan hukum. Struktur adalah kerangka atau rangkanya sistem hukum, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan bangunan hukum. Struktur hukum termanifestasikan dalam bentuk lembaga-lembaga atau individu petugas pelaksana lembaga tersebut. Lawrence M. Friedman memberi contoh struktur sebagai Mahkamah Agung Amerika Serikat dengan sembilan Hakim Agung di dalamnya. Struktur hukum ini termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

            Komponen struktural adalah bagian dari sistem hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme. Contohnya, lembaga pembuat undang-undang, pengadilan dan berbagai badan yang diberi wewenang untuk menerapkan dan menegakkan hukum. Perubahan struktur dari sistem hukum tersebut berjalan dengan kecepatan berbeda. Secara kelembagaan, sistem hukum yang berlaku di Indonesia, terdiri atas beberapa struktur hukum, meliputi Badan Peradilan, Kepolisian, Badan Penuntutan (Kejaksaan), Lembaga Pemasyarakatan, Penasihat Hukum, Konsultan Hukum, serta badan-badan penyelesaian sengketa hukum di luar pengadilan.

            Komponen kedua adalah substansi, “the substance is composed of substantive rules and rules about how institution should be have”. Substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem tersebut. Atau dapat dikatakan sebagai suatu hasil nyata, produk yang dihasilkan, yang diterbitkan oleh sistem hukum tersebut. Elemen substansi meliputi peraturan-peraturan sesungguhnya, norma dan pola perilaku dari orang-orang di dalam sistem tersebut. Hasil nyata ini dapat berbentuk inconcreto, atau norma hukum individu yang berkembang dalam masyarakat, hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), maupun hukum inabstracto, atau norma hukum umum yang tertuang dalam kitab undang-undang (law in books).

            Komponen ketiga adalah budaya hukum, “the legal culture, system-their beliefs, values, ideas, and expectation”. Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur atau budaya hukum berupa sikap tindak masyarakat beserta nilai-nilai yang dianutnya. Atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum adalah keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta sikap tindak yang mempengaruhi hukum, seperti adanya rasa malu, rasa bersalah apabila melanggar hukum dan sebagainya.

            Budaya hukum juga merupakan unsur yang penting dalam sistem hukum, karena budaya hukum memperlihatkan pemikiran dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagaimana hukum tersebut ditaati, dihindari, atau disalahgunakan. Lawrence M. Friedman menjelaskan pentingnya budaya hukum dengan memberikan kiasan filosofis ikan dengan air, adalah sebagai berikut: “Hukum tanpa budaya hukum adalah seperti ikan mati dalam suatu ember, bukan ikan yang hidup berenang di samudera wahananya. Budaya hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Tanpa budaya hukum, sistem hukium itu sendiri tidak berdaya, seperti ikan mati yang terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya.

Permasalahan budaya hukum tidak hanya dapat ditangani dalam satu lembaga saja, tetapi perlu penanganan secara simultan dan antardepartemen, serta diupayakan secara bersama-sama dengan seluruh aparat penegak hukum, masyartakat, asosiasi profesi, lembaga pendidikan hukum, dan warga masyarakat secara keseluruhan. Peranan tokoh masyarakat, para ulama, pendidik, tokoh agama, sangat penting dalam memantapkan budaya hukum.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan Penulis dalam menyusun makalah ini tiada lain adalah sebagai tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia. Selain itu agar kita mahasiswa memahami konsep dasar  hukum di Indonesia.  Memahami apa yang dimaksud dengan substansi hukum yang mana merupakan bentuk nyata seperti peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya.


BAB II
PERMASALAHAN
Pada makalah ini penulis akan menguraikan beberapa permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari mengenai Substansi Hukum atau efektifitas produk hukum dan penerapannya. Antara lain:
1. Apa pengertian Substansi Hukum ?
2. Apa Pengertian Sumber Hukum?
3. Bagaimana efektifitas sebuah produk hukum dalam penerapan dan pelaksanaannya?
 
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum

Latar belakang pemahaman hukum sebagai suatu sitem tidak lain adalah agar kita dapat memahami hukum secara komprehensif, tidak sepotong-potong dan parsial. Makna dasar sistem yaitu :
  1. Selalu berorientasi pada tujuan;
  2. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dan bagian-bagiannya;
  3. selalu berorientasi dengan sistem yang lebih besar;
  4. bekerjanya bagian dari sistem sosial itu menciptakan sesuatu yang berharga.
            Shrode dan Voich mendefinisikan sistem sebagian schorde a set of interreladed parts, working independently and jointly, in parsuit of common objective of the whole within a comply environment
            Dari urain diatas, schore dan Voich ingin memaparkan bahwa persoalan hukum itu rumit dan kompleks yaitu hukum bukan hanya sebagai sistem nilai, tetapi juga hukum sebagai sub sistem dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat dimana hukum diberlalkukan . Hukum sebagai sitem dapat dijabarkan bahwa hukum secara hirarkis dipayungi oleh norma dasar tertinggi (groundnorm) yang berperan memberi isi, substansi, dasar,norma-norma dibawahnya sehingga norma hukum tidak lain adalah penjabaran, break down dari groundnorm, :pancasila” dan norma hukum tidak boleh bertentangan dengan “groundnorm” “pancasila’
            Hukum sebagai sub sistem nasional, mengandung pengertian bahwa hukum bukan hanya sistem tunggal dalam masyarakat, berdiri sendiri, otonom independent melainkan bagian dari sub sistem sosial lainnya seperti ekonomi, politik, sosial, budaya dan konsekuensi hukum sebagai bagian dari sub sistem sosial lainnya tentunya terasa ganjil tidak lengkap tanpa memahami system sosial lainnya, tak bekerjanya sistem ekonomi mustahil hukum tegak dan sebaliknya rakyat tidak akan nyaman, aman, mencari penghidupan layak jika hukum tidak tegak.
Hukum sebagai sistem nilai sekaligus sebagai sub system dari sistem sosial sebenarnya menjabarakan bahwa hukum merupakan das sein dan das solen disisi lainnya antara das sein dan das sollen tidak mudah dipertemukan bahkan seringkali bertolak belakang dengan perilaku hukum masyarakat yang seharusnya. Sulitnya penyelarasan hukum sebagai “sein” dan hukum sebagai “solen” tidak terlepas drai faktor-faktor non yuridis yang hidup dan berkembang yang salah satunya dalah kultur hukum. Budaya sebagai produk masyarakat amat beragam dan berbeda tidak hanya masyarakat satu dengan lainnyapun berbeda sehingga akibat tingkatan-tingkatan sosial dalam lingkungan misalnya budaya hukum seorang pedagang dengan guru, sopir dengan pegawai dan sebagainya

L. Friedman menjabarkan komponen sistem hukum meliputi
1. strukur
2. substansi dan
3. kultur hukum.
Diantara ketiganya harus berjalan beriringan yaitu struktur harus kuat, kredibel, akuntabel dan capabel. Substansi harus selaras dengan rasa keadailan masyarakat sedang budaya hukumnya harus mendukung tegaknya hukum jika salah satunya timpang, misal struktur aparat (law unforercement officer) tidak akuntable, kredible dan capable mustahil hukum bias ditegakkan.

Komponen-komonen yang mempengaruhi penegakan Hukum
Hukum ditegakkan tidak melulu mempertahankan pola lama, “status quo” tetapi juga rekayasa sosial, mengalokasikan keputusan politik, penciptaan pola baru bahkan sebagai alat pengefektifan pencapaina tujuan nasional. Namun tujuan dan fungsi hukum itu seringkali tidak seperti yang diharapkan tiada lain karena banykany faktor baik yang berasal dari dalam sistem hukum maupun di luar sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Faktor berasal dari dalam sistem hukum seperti aparat yang tidak capable, kredibel dan akuntabel, poltik penguasa yang tidak mewakili rasa keadailan masyarakat artinya apa yang diinginkan oleh hukum berbeda dengan keinginan masyarakat. Roscoe pound menyebut dengan istilah kesenjangan Law in the books dan law in action. Chamblis dan Seidman menyebut “The Myth of the operation of the law to given the hie dailcy”.

Terjadinya ketimpangan , diskresi antara hukum “solen” dengan hukum”sein” bias terjadi karena aparat penegk hukum sudah terwujud masyarakat beraksi menolaknya, dengan berbagai cara seperti memprotes, melanggar, bahakn tidak menghiraukannya. Faktor diluar sistem hukum berasal dari kesadaran hukum masyarakat dan perkembangan dan perubahan sosial, politik hukum penguasa, tekanan dunia internasional, maupun budaya hukum masyarakat.

Dengan kata lain hukum tegak jika seluruh komponen sistem hukum bekerja sama.  Namun jika salah satu absent, tidak bekerja sebagai sebagaimana mestinya apakah aparatnya, hukumnya maupun masyarakat. Maka hukum yang tegak hanya sebuah angan-angan belaka Aparat/legislator dianggap “absent” jika dalam law making process nilai-nilai masyarakat direduksi, disimpangi hasilnya hukum hanya menguntungkan golongan tertentu, kelas tertentu, persekutuan –persekutuan tertentu, penguasa, orang-orang kaya dan sebagainya. Dalam penegakannya (law inforcement process) aparat mudah disuap, dieli, suka menjungkir balikkan fakta, membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. 

Disisi lain masyarakatnya mengembangkan budaya yang tidak kondusif dan mendukung tegaknya hukum seperti main hakim sendiri, tidak bersahabat dengan aparat untuk mencegah penyimpangan, pengabaian hukum dan sebagainya, maka hakikat system sebagai keteraturan hanya mitos yang terjadi justru konflik dalam sistem hukum karena masing-masing komponen, elemen, sub system memilki kontribusi rapuhnya penegakan hukum, selain frieman, Sorjono Soekanto juga memaparkan beberapa factor yang mempengaruhi legendanya hukum, faktor hukumnya, penengak hukumnya, sarana dan prasarana, masyarakatnya dan budayanya.

B. Pengertian Sumber Hukum

            Sumber hukum merupakan dasar pijakan dari sebuah produk hukum. Antara lain:
1. Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuanketentuan lainnya.

2. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan,bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.

3. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :
a.       Undang-undang dalam arti materiel yaitu peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh      
penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b.   Undang-undang dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti   
      formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1)  
      UUD 1945.

4. Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.

5. Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.

6. Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

7. Convention (Konvensi Ketatanegaraan)
Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.

8. Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau kita amati praktek perjanjian internasional bebrapa Negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification). Disamping itu ada pula yang dilakukan hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation) dan penandatanganan (signature).

C. Mamaksimalkan Penerapan dan Pelaksanaan Berbagai Peraturan Daerah  
            Seperti kita ketahui bersama bahwasannya begitu banyak permasalahan yang terjadi pada penerapan dan pelaksanaan sebuah produk hukum di Indonesia. Secara sederhana, banyak produk hukum yang pada akhirnya tidak diterapkan dan dilaksaakan secara baik. Misalnya Perda yang membahas tentang ruang publik. Peraturan Daerah tentang merokok, kawasan parkir, dan bahu jalan misalnya. Masih terjadi pelanggaran dan pembiaran terhadap fenomena tersebut.  Masih banyaknya lahan parkir liar dan terminal bayangan. Masih banyaknya kawasan PKL yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan. Masih banyaknya gedung publik yang belum menyediakan ruang khusus merokok. Masih terbatasnya ruang terbuka hijau di sebuah daerah.

            Sebetulnya, peraturan-peraturan itu dibuat guna kebaikan bagi masyarakat itu sendiri. Namun karena kesadaran masyarakat terhadap hukum yang masih kurang membuat peraturan itu terbengkalai dan tidak dilaksanakan dengan baik. Mungkin di beberapa daerah peraturan-peraturan tersebut diterapkan dan dilaksanakan namun masih belum maksimal.  Misalnya di Kota Bandung. Masih banyak PKL dan tempat parkir yang tidak sesui dengan peraturan yang ada sehingga dampaknya terjadi kemacetan disana sini. Produk Hukum yang sejatinya mampu menertibkan masyarakat guna kepentingan kolektif terkadang tidak dihiraukan dan dikesampingkan begitu saja. 

            Tentunya ini menjadi tugas kita bersama. Apalagi sebagai mahasiswa kita harus mampu memberikan kesadaran hukum di masyarakat. Agar terciptanya tatanan masyarakat yang baik. Jangan sampai produk-produk hukum tersebut hanya jadi sebuah proyek ilmiah yang pada akhirnya menjadi barang basi dan tak berharga. Untuk itu melalui makalah ini juga kami mengajak untuk kita membudayaka tertib hukum dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya kita masih percaya bahwa hukum mampu memberikan manfaatnya bagi masyarakan jika diterapkan dan dilaksanakan secara baik. 

 BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
            Bahwa kami menyimpulkan masih banyaknya produk hukum yang belum diterapkan dan dilaksanakan secara maksimal sesui peraturan yang tercantum di dalamnya. Tentu hal ini berpengaruh terhadap kondisi masyarakat terutama terkait ketertiban umum. Bagaimana mahasiswa mampu memberikan penyadaran hukum kepada masyarakat sedikit demi sedikit.
            Sistem Hukum yang merupakan sub sistem dari Sistem Sosial mempunyai peranan yang tidak kalah penting guna terciptanya masyarakat yang tertib dan maju. Semoga melalui makalah ini mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unjani mampu memahami secara baik apa itu substansi hukum dan apa saja permasalahan yang terjadi lalu kemudian mampu memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi di sekitar kita.
            Capaian yang paling sederhana adalah bagaimana kita mampu membudayakan sadar hukum di lingkungan kampus yang pada akhirnya mampu menciptakan ketertiban dan lingkungan yang sehat di tataran kampus. Semoga ini akan menjadi sebuah pembelajaran berharga bagi kita untuk menghadapi masalah hukum yang sesungguhnya terjadi di masyarakat setelah kita lulus nanti.

 DAFTAR PUSTAKA

R. Herlambang Perdana Wiratraman. 2008. UUD sebagai Sumber Utama hukum
Tata Negara. Surabaya. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Airlangga
Website:


***

Komentar

  1. Balasan
    1. Terimakasih banyak, semoga menjadi wawasan dan pengetahuan kecil...

      Hapus

Posting Komentar

Silahkan Comment Disini...

Postingan populer dari blog ini

Sistem Pemerintahan

Dirgahayu RI ke 64,

Kepemimpinan Dalam Manajemen Pendidikan