Resensi Buku Post Festum Demokrasi dan Kesetaraan


RESENSI BUKU
Oleh: Ihsan Ahmad Barokah

Judul Buku          : Post Festum Demokrasi dan Kesetaraan

Penulis                 : M. A. W. Brouwer

Penerbit              : Kompas Gramedia, Jakarta, 2004.

ISBN                    : 979-709-142-2

Lembar               : 302 hal.



Buku ini merupakan kumpulan artikel karya M. A. W. Brouwer. Seorang keturunan Belanda yang membaktikan separuh hidupnya bagi bumi nusantara: Indonesia, sejak pertama kali tiba pada tahun 1950. Ia juga dikenal aktif menulis untuk Koran dan majalah maupun buku. “Post Festum” adalah buku keempat. Untuk pertama kalinya diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Kompas Gramedia 2004.


Secara garis besar memaparkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia. Dengan buku ini, ia mencoba menyegarkan kembali pemikiran dan perspektif nilai-nilai yang diusung oleh moment pemilihan umum: demokrasi. Dimana dalam proses itu masyarakat secara keseluruhan mempercayakan pengelolaan bangsa dan Negara kepada sekelompok tertentu. Juga dalam prose situ masyarakat menggunakan haknya untuk memecat atau mengangkat satu pemerintahan. Namun terkadang setelah pemilihan umum dilangsungkan, sering terjadi kekecewaan. Kekecewaan karena tidak terlaksananya perubahan kea rah yang lebih baik.


Seperti akan saya kupas beberapa tulisannya yang berjudul “sebuah anatomi demokrasi”. Menurutnya, pada masa sekarang kita insyaf bahwa Negara ialah seluruh bangsa yang berkumpul dalam suatu masyarakat dengan tujuan untuk mengurus “res publica” atau kepentingan umum. Dalam usaha itu diciptakanlah suatu alat eksekutif, yaitu pemerintahan yang dapat instruksi dari rakyat (biasanya perwakilan rakyat) dan bahkan sewaktu waktu dapat dibubarkan oleh rakyat pula. Sejak tahun 1793 ideologi demokrasi berubah dari teori menjadi satu praktik, serta mulai berkembang sesuai dengan keadaan kebudayaan dan keadaan historis dari bangsa Eropa dan Amerika.


Yang paling jelas dalam perkembangannya ialah demokrasi politik, yaitu kelahiran perwakilan rakyat yang sanggup mengangkat dan membubarkan pemerintah. Kecuali itu mulai terjadi suatu demokrasi sosial, keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai hak-hak kewarganegaraan yang sama, tousles homes naissent egaux et libres. Artinya, sejak lahir setiap warga Negara setingkat dengan yang lain dan dia merdeka. Betapapun mulianya demokrasi politik, demokrasi sosial tidak kalah pentingnya. Keyakinan bahwa dalam masyarakat tidak ada suatu golongan yang istimewa yang dapat menutup mulut golongan yang lain, yang menyalahgunakan kekuasaan moral atau fisik merupakan prinsip dari demokrasi itu.


Demokrasi ketiga baru sekarang mulai berkembang yaitu demokrasi ekonomis yang mencoba menghapuskan perbedaan antara orang kaya dan miskin. Hak demokrasi utama ialah hak kebebasan mengeluarkan pendapat. Kalau setiap orang sama haknya dengan orang lain, tidak perlu dia takut pada suatu golongan atau orang. Demokrasi adalah kemerdekaan. Memang kemerdekaan itu mempunyai resiko. Winston Churcill pernah mengatakan bahwa dari semua sistem-sistem yang jelek, demokrasi ialah sistem yang paling baik.


Demokrasi tidaklah monolitik. Demokrasi bukanlah all or none business (seluruhnya ada atau sama sekali tidak ada). Di Negara kita demokrasi belum sempurna, tetapi ada harapan bahwa demokrasi akan berkembang. Yang perlu ialah keberanian membuka mulut, menghilangkan penyakit ‘Asal Bapak Senang’, dan sejumlah self discipline yang kuat. Demokrasi kita akan berkembang dengan bertambahnya lembaga-lembaga demokratis; kemerdekaan serikat buruh, kemerdekaan menyatakan isi hati, Rule Of Law dan cukup kemerdekaan untuk suatu oposisi yang jujur. 


Saya mencoba me-review apa yang telah diuraikan diatas. Pertama, setidaknya ada tiga bentuk demokrasi yang kita kenal yaitu: demokrasi politik, demokrasi sosial, dan demokrasi ekonomis. Kedua, pada hakikatnya manusia yang satu dengan yang lainnya disaat terlahir kedunia adalah mempunyai status kemerdekaan yang sama, mau kaya atau miskin, mau laki-laki ataupun perempuan, mau cakep atau jelek, sama-sama manusia juga toh. Ketiga, bagi brouwer hakekat mendasar dari demokrasi adalah berani untuk mengemukakan pendapat (tidak hanya berbisik bisik). Yang terakhir, ramalan brouwer tentang potensi berkembangnya demokrasi di Indonesia nampaknya terbukti. Yaitu dengan bertambahnya lembaga-lembaga demokratis di Indonesia seperti KPK, MK, dll serta kemerdekaan serikat buruh seperti SPSI, SPN, dll di awal abad ke-21 pasca reformasi. 

Di dalam buku ini juga masih banyak tulisan Brouwer yang mengupas secara tajam nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia dengan penyampaian yang sangat energik dan menyenangkan yang akan membuat kita betah untuk membacanya. Semoga resensi buku ini bermanfaat dan selamat membaca. * 


Tambahan:

"Bagi mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani, dapat juga meminjam buku ini melalui sms ke 0857 1733 7650 Reanold (Pengurus Perpustakaan Mabes Ilmu Pemerintahan Unjani)"

Komentar

  1. artikel yang sangat bagus dan menarik . Terimakasih untuk inforasinya , ditunggu postingan berikutnya yaSalam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini hanyalah sebuah resensi buku, saya hanya berusaha menyambung apa yang ingin disampaikan sang penulis buku...

      Hapus

Posting Komentar

Silahkan Comment Disini...

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH SUBSTANSI HUKUM

Resensi Buku Demokrasi Kapitalisme